Beranda | Artikel
Mewasapadai Zina Dan Penyebabnya
Sabtu, 8 September 2012

MEWASPADAI ZINA DAN PENYEBABNYA

Allah Azza wa jalla telah mengharamkan  semua perbuatan keji, yang nampak maupun yang tidak nampak. Allah Azza wa jalla juga melarang mendekati  segala perbuatan keji itu serta memerintahkan agar menjauhi dan menutup segala akses yang bisa menyeret kearah perbuatan terlarang. Semua itu sebagai wujud rahmat (kasih sayang) Allah Azza wa jalla  kepada para hamba dan wujud penjagaan yang Allah Azza wa jalla berikan kepada para hamba-Nya agar tidak terkena sesuatu yang membahayakan di dunia dan akhirat mereka.

Diantara perbuatan keji yang telah Allah Azza wa jalla haramkan dalam kitab-Nya dan lewat lisan RasulNya adalah perbuatan zina. Berbagai macam metode ditempuh dalam mengharamkan perbuatan tabu ini. Terkadang dengan menggunakan kalimat “Jangan mendekati” serta memupus dan menutup semua akses kearah sana; terkadang dengan menyematkan gelar terburuk bagi perbuatan layak hewan ini; terkadang juga dengan menjelaskan sifat kaum muslimin yang tidak berzina; menyebutkan ancaman bagi pelakunya dan berbagai metode lainnya. Intinya perbuatan hina diharamkan dalam Islam.

Selain mengharamkan serta menjelaskan kekejian dan akibat buruk perbuatan amoral ini, syari’at Islam yang sempurna ini juga mengharamkan segala akses yang menuju kearah sana sebagai bentuk tindakan prefentif. Pengharaman segala akses ini sekaligus sebagai penghalang dari perbuatan keji ini. Diantara syari’at-syari’at tersebut  :

1. Penegakan had (sanksi) terhadap pelaku zina.
Yaitu, bagi pelaku yang belum menikah maka dikenakan sanksi berupa cambukan 100 kali dan diasingkan selama satu tahun penuh. Sedangkan bagi yang telah menikah, maka sanksinya adalah dirajam (dilempari) batu sampai mati. Allah Azza wa jalla memerintahkan agar hadd (sanksi) ini ditegakkan dengan tegas, jangan sampai rasa kasihan terhadap mereka menyebabkan kita menyia-nyiakan hukum-Nya ini. Allah Azza wa jalla juga memerintahkan pelaksanaan hadd ini di hadiri kaum muslimin, sehingga lebih mengena dan memberikan efek jera pada jiwa pelaku dan orang-orang yang menyaksikan.

2. Allah Azza wa jalla memerintahkan menahan pandangan mata:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ   وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya”. [an-Nûr/24: 30-31]

Karena pandangan yang mengawali terjadinya zina, maka Allah menjadikan perintah “Menahan Pandangan” sebagai pendahuluan perintah menjaga kemaluan. Semua kejadian memalukan ini bermula dari pandangan mata, sebagaimana api besar yang berkobar bermula dari percikan api yang diremehkan. berawal dari pandangan, kemudian angan-angan, kemudian melangkah dan akhirnya terjerumus. Maka barangsiapa mengumbar pandangannya untuk melihat sesuatu yang diharamkan oleh Allah Azza wa jalla , berarti dia telah menyeret dirinya menuju jurang kehancuran. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

يَا عَلِيُّ فَلَا تُتْبِعْ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ فَإِنَّمَا لَكَ الْأُولَى وَلَيْسَتْ لَكَ الْآخِرَةُ

Wahai Ali, janganlah engkau mengiringi pandanganmu (terhadap sesuatu yang diharamkan) dengan pandangan berikutnya.[1]

sebaliknya, orang-orang yang senantiasa menahan pandangan matanya, maka Allah Azza wa jalla akan memberikan anugerah kepadanya berupa halawatul ibadah (ketenteraman dalam beribadah-red) sampai kiamat tiba.

3. Allah Azza wa jalla juga memerintahkan wanita-wanita Islam untuk berhijab :
Allah Azza wa jalla memerintahkan kaum wanita mukminah agar berhijab demi menjaga diri mereka dan kaum lelaki agar tidak terjerumus dalam tipu daya setan. Allah Azza wa jalla berfirman :

وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ

Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka. [an-Nûr/24: 31]

Allah Azza wa jalla juga berfirman:

 يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka“. [al-Ahzâb/33: 59]

Allah Azza wa jalla juga berfirman:

وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ۚ ذَٰلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ 

Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. [al-Ahzâb/33: 53]

Ini semua dalam rangka melindungi para wanita dan laki-laki agar tidak terjerumus dalam perbuatan amoral ini. Namun para penyeru kerusakan di zaman ini, mengajak kita untuk merobohkan dinding pelindung ini dan agar wanita keluar dengan bebas tanpa menutupi aurat. Mereka ingin melihat masyarakat muslimin tenggelam dan larut dalam perbuatan yang tidak bermoral ini. Sepak terjang mereka ini bukan suatu hal  yang aneh, karena memang mereka mengadobsi peraturan dari induk semang mereka yang ingkar kepada Allah serta tidak mengambil peraturan dari wahyu Allah Azza wa jalla . Para wanita rendahan yang tersilaukan dengan slogan-slogan pengadobsi peraturan kufur ini lalu menyambut ajakan berarti ia telah mengganti ketaatan kepada Allah Azza wa jalla dengan kemaksiatan, telah menggeser ridha Allah Azza wa jalla digantikan dengan murka-Nya, serta pahala ditukar dengan siksa-Nya. Alangkah buruk sikap wanita ini terhadap terhadap dirinya sendiri dan masyarakatnya. Ia mentaati makhluk dalam berbuat maksiat kepada Allah Azza wa jalla . iyadzan billah

4. Islam melarang seorang laki-laki berkhalwat (berduaan) dengan wanita yang bukan mahramnya.
Berkhalwat (berduaan) dengan wanita yang bukan mahram berarti membuka peluang bagi setan untuk menyeret keduanya agar terjerumus dalam perbuatan keji. Bagaimanapun tingkat ketakwaan dan keimanan keduanya tetap saja peluang terjerumus itu ada. Dalam kitab shahih bukhaari dan muslim, ibnu Abbas Radhiyallahu anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:

لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ

Jangan sekali-kali seorang lelaki berkhalwat dengan seorang wanita kecuali kalau ditemani oleh mahram wanita tersebut

Jadi, orang yang berkhalwat (berduaan) dengan wanita yang bukan mahramnya berarti telah melakukan perbuatan maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, baik berduaan itu di dalam rumah, kantor, toko, mobil, tempat rekreasi, atau lainnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ قَالَ الْحَمْوُ الْمَوْتُ

Janganlah kamu masuk menemui wanita-wanita (yang bukan mahram-pent)! Seorang laki-laki bertanya: “Bagaimana tentang kerabat suami?” Nabi menjawab: “Kerabat suami (jika berduaan dengan wanita itu menyebabkan kehancuran seperti) kematian”. [HR. Bukhâri dan Muslim]

5. Islam mengharamkan seorang wanita melakukan safar (pergi ke luar kota) tanpa mahram.
Disebutkan dalam hadits :

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ وَلَا يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أَخْرُجَ فِي جَيْشِ كَذَا وَكَذَا وَامْرَأَتِي تُرِيدُ الْحَجَّ فَقَالَ اخْرُجْ مَعَهَا

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, beliau menceritakan : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Seorang wanita tidak boleh melakukan safar kecuali bersama mahramnya, dan seorang laki-laki tidak boleh masuk menemui wanita kecuali kalau ada mahram yang menemani wanita itu”. Lalu salah seorang laki-laki berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya berkehendak keluar dalam tentara ini dan itu, sedangkan istriku berniat melakukan ibadah haji”. Maka Nabi bersabda: “Keluarlah engkau (berhaji) bersama istrimu!”. [HR. Bukhâri, no. 1862; Muslim, no. 1341]

Maka wanita-wanita yang melakukan perjalanan keluar kota seorang diri tanpa mahram telah menyelisihi tuntunan Nabi yang mulia ini.

6. Islam mengharamkan tabarruj (bersolek) bagi wanita.
Islam mengharamkan wanita muslimah bertabarruj (berdandan menor) saat keluar rumah. Karena hal ini akan menarik perhatian laki-laki yang mengidap penyakit hati dan sarana menuju perbuatan keji. Allah Azza wa jalla berfirman:

وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ

Dan janganlah kamu tabarruj (berhias dan bertingkah laku) seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu. [al-Ahzâb/33: 53]

Inilah tuntunan dari Allah Azza wa jalla buat kaum hawa. Namun sangat disayangkan, saat ini banyak wanita muslimah melatahi ayat yang mulia ini. Mereka memakai pakaian termegah dan wewangian termewah ketika keluar menuju pasar atau lainnya. Apa yang mereka lakukan ini telah cukup mendatangkan dosa buat mereka. Jika kaum wanita yang hendak keluar menuju masjid untuk beribadah disyaratkan agar tidak memakai minyak wangi, maka bagaimana dengan mereka yang keluar menuju selain masjid ?

Itulah diantara syari’at-syari’at yang Allah Azza wa jalla tetapkan sebagai pencegahan sejak dini dari perbuatan nista ini.

Maka hendaklah kita semua bertaqwa kepada Allah dan menjauhi segala sarana yang menghantarkan menuju kejahatan yang keji ini.

(Disadur oleh Abu Isma’il Muslim Al-Atsari dari kitab Khatarul Jarîmah al khuluqiyah, karya syaikh Jarullah, hlm. 9-17)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XII/1429/2008M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi. Abu Isa t Tirmidzi mengatakan hadits hasan gharîb.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3356-mewasapadai-zina-dan-penyebabnya.html